Harmonisasi Norma Hukum Adat dan Hukum Positif Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Izin Berusaha
Abstract
Akibat penerapan hukum adat dalam prosedur perizinan investasi di Kabupaten Badung, Bali, pengusaha yang memulai kegiatan usaha terpaksa mengikuti 2 (dua) prosedur yang berbeda, termasuk dalam membayar pajak dan biaya lain-lainnya. Di samping wajib membayar pajak dan retribusi yang sudah ditetapkan pemerintah, mereka juga wajib membayar awig-awig yang sudah ditetapkan oleh Desa Banjar. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan misi pemerintah dalam kebijakan investasi yang memberikan kemudahan berusaha, bagi pengusaha yang memulai kegiatan usaha baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kerangka harmonisasi norma hukum adat dan hukum positif dalam penyelenggaraan pelayanan izin berusaha di Kabupaten Badung, Provinsi Bali dalam perspektif Good Governance. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi hukum kritis yang mengembangkan 3 (tiga) karakter yaitu: (1) Critical theory, diarahkan oleh kepentingan perubahan fundamental pada masyarakat adat di Bali. (2) Critical theory dilandaskan pada pendekatan berpikir historis mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha yang didukung oleh hukum adat yang sudah ada turun temurun. (3) Critical theory sebagai upaya untuk memahami masyarakat adat di Bali. Adapun dalam penelitian ini ditemukan penerapan kerangka harmonisasi hukum adat dan hukum positif harus diwujudkan melalui prinsip-prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsivitas. Ini berarti bahwa proses perizinan tidak hanya melibatkan aspek formal hukum negara, tetapi juga menjamin keterlibatan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan. Kehadiran Peraturan Daerah dan kebijakan daerah yang mengatur pelibatan desa adat dalam tahapan perizinan menjadi kunci untuk menciptakan kerangka hukum yang sah secara administratif dan sosial.